KOMPAS.com – Hafalan merupakan metode belajar yang sudah mendarah daging di Indonesia. Hal ini terjadi karena banyaknya pelajar yang bergantung pada metode ini ketika belajar.
Padahal, pelajar yang hanya sekedar menghafal materi pelajaran, cenderung belum memahami konsep dengan baik. Sebab, mereka hanya fokus pada menghafal saja. Metode ini juga tidak tepat diterapkan untuk siswa karena materi yang dihafalkan akan cepat hilang ketika tidak dipelajari atau digunakan dalam jangka waktu lama. Mengutip Kompas.com, Rabu (14/12/2016), seorang Doktor bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang, Hasanudin Abdurakhman menjelaskan bahwa menghafal tidak sama dengan belajar.
“ Belajar adalah proses yang berbeda. Sangat berbeda. Perbedaan terpentingnya terletak pada proses pencernaan informasi,” katanya.
Ia memaparkan, proses mencerna informasi dengan cara menghafal dan memahami akan memberikan hasil yang berbeda.
“Entah kenapa pembuat kurikulum kita begitu bersemangat untuk menjejalkan sebanyak mungkin pengetahuan kepada anak-anak sejak usia dini. Demikian banyak, sehingga guru tak sanggup membangun pemahaman kepada anak-anak atas setiap subjek pelajaran. Anak-anak pun tak sanggup memahaminya. Akhirnya, dipilihlah jalan pintas, hafalkan saja,” papar Hasanudin.
Dia berujar, metode menghafal diibaratkan seperti melakukan aktivitas fisik. Kemampuan bisa terbentuk secara sempurna ketika dilakukan secara berulang-ulang. Namun, akan cepat hilang apabila seseorang berhenti melakukannya.
“Kalau kita rajin melakukan latihan beban secara berulang, maka otot kita akan membesar. Itu adalah ‘memori’ yang menandai aktivitas (fisik) tadi. Menghafal sama dengan memberi tanda itu pada otak kita. Konsekuensinya, bila prosesnya kita hentikan, maka secara perlahan tanda itu akan hilang. Kita akan lupa,” tuturnya.
Senada dengan Hasanudin, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim, saat menghadiri rapat kerja Komisi X DPR di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019), mengatakan, materi belajar yang dihafalkan anak akan cepat hilang.
“Untuk mendapatkan angka (nilai) yang baik, dan karena cuma punya beberapa jam, sehingga semua materi harus di-cover yang ujung-ujungnya harus hafal. Tapi setelah selesai ujian, apa yang terjadi bapak-bapak dan ibu-ibu? Lupa,” kata Nadiem, seperti dikutip dari Kompas.com, Sabtu (14/12/2019).
Karena itu, metode belajar dengan cara “memahami konsep” akan lebih efektif diterapkan bagi siswa dan siswi di Indonesia. Sebab, dengan cara ini, mereka dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat untuk menyelesaikan masalah di kehidupan nyata.
Perlu metode belajar komprehensif
Agar mampu memahami dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan, siswa membutuhkan bimbingan belajar yang komprehensif.
Bimbingan belajar yang dimaksud mencakup pemberian materi pelajaran, latihan soal, pembahasan, dan rangkuman.
Memperbanyak latihan soal dengan berbagai variasi kasus dapat membuat siswa jadi lebih cepat memahami konsep ilmu pengetahuan dan mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
Adapun pembahasan dari latihan soal juga diperlukan agar siswa memahami jawaban yang benar dan mampu memperdalam konsep ilmu yang dipelajari.
Sementara itu, rangkuman materi juga dibutuhkan bagi siswa dalam proses belajar agar mereka lebih mudah mengingat inti materi pelajaran.
Meski demikian, metode belajar siswa tidak boleh dilakukan secara monoton agar siswa tidak cepat bosan ketika belajar.
Sumber : Kompas